Siti Hajar, Perempuan Tegar

“Kamu harus tinggal di sini,” demikian titah Nabi Ibrahim AS kepada isterinya Siti Hajar setelah menempuh perjalanan jauh dengan mengendarai unta.
“Apakah Allah yang memerintah kepadamu agar aku tinggal di sini ?” Tanya Hajar tanpa rasa gentar.
“Iya, “ sahut Ibrahim mantap.
“Jika demikian,  Allah tidak akan menelantarkanku.”
Nabi Ibrahim AS meninggalkan Siti Hajar dan Ismail tanpa keraguan sedikitpun. Keduanya dikuatkan hatinya untuk terus bertawakal demi menjalankan perintah Tuhan.  
 
Begitulah kira-kira dialog  yang terekam dalam sejarah. Meskipun kejadiannya berlangsung ratusan abad lalu, namun pesan-pesannya masih bisa dihayati sampai kini. Siti Hajar menerima amanah  suaminya dengan penuh ketulusan setelah ia tahu bahwa perintah itu berasal dari Tuhan. Ia merupakan sosok perempuan tegar dan cerdas mengambil keputusan, meskipun secara nalar penuh dengan risiko.
 
Bayangkanlah, seorang perempuan bersama anak balitanya  (Ismail) disuruh tinggal di tempat terpencil  yang belum dihuni manusia. Hanya berteman hamparan pasir dan perbukitan batu tanpa air dan tumbuh-tumbuhan.
Logika mengatakan, siapapun akan mati kelaparan. Namun fakta berbicara lain.  Desa Bakkah (kini menjadi Mekah) yang semula kering tandus akhirnya berubah menjadi kawasan yang makmur dan menjadi pusat peradaban manusia.

 
Bahan Renungan

Hari Raya Idul Adha dengan segala rangkaian ibadah di dalamnya menyimpan pelajaran sangat mendalam, terutama berkenaan dengan keteladanan sosok Siti Hajar, perempuan  sabar, ikhlas dan tegar dalam menghadapi berbagai kesulitan dan penderitaan ketika berpisah dengan suaminya untuk bedakwah menjalankan perintah Allah SWT.
 
Siti Hajar merupakan simbol perempuan sabar yang taat pada perintah Allah dan sanggup mengemban kepercayaan dari suaminya.  Di tengah padang pasir yang ganas, Siti hajar mampu merawat dan mendidik puteranya Ismail dengan penuh tanggungjawab. Segala kesulitan diterimanya dengan penuh tawakkal dan lapang dada.
 
Ketika Ismail sangat kehausan sementara persediaan air telah habis, maka Siti Hajar berlari kesana-kemari dari bukit Safa ke Marwa mencari sumber air, namun tidak ditemukan.    Di luar dugaan, ketika Ismail kecil menggerak-gerakkan kakinya, seketika itu keluarlah air yang melimpah dari bawah padang pasir disertai suara yang gemuruh. Sambil berteriak  “Zumi-zumi !” (Berkumpullah !)  Siti Hajar menampung  air tersebut ke dalam kirbat. Selanjutnya, tempat keluar air tersebut dinamakan sumur zam-zam.
 
Peristiwa Siti Hajar mencari air merupakan jejak sejarah yang dibicarakan berulang-ulang setiap tahun. Hal tersebut memberi ispirasi bagi umat manusia di kemudian hari serta diabadikan oleh Allah swt lewat salah satu ritual ibadah Haji yakni Sa’,i berlari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwa. Ibadah Sa’i mengandung pelajaran dan bahan renungan mengenai pengorbanan, perjuangan, dan kesabaran seorang istri yang ditinggalkan suaminya. Di tempat yang “seram” hanya tinggal berdua dengan Ismail kecil.
 
Kesabaran yang tinggi dengan landasan  keimanan yang kokoh telah menjadikan Siti Hajar berada dalam derajat yang tinggi, khususnya di hadapan Allah SWT. Kesabaran sesungguhnya merupakan spesifikasi yang dimiliki manusia dan tidak digambarkan pada malaikat  yang selalu taat dan tak punya nafsu membangkang. Sifat sabar juga tidak dimiliki  binatang yang diliputi berbagai kekurangan dan didominasi nafsu.   
 
Dalam Alquran, kata sabar disinggung puluhan kali,  ditambah dengan keterangan tentang berbagai keutamaan dan derajat yang  diperoleh manusia yang sabar.  Bahkan kesabaran digambarkan juga sebagai sifat yang penuh hikmah dan dapat dijadikan sarana penolong dalam mengatasi berbagai kesulitan.


Parameter Kesabaran
 
Parameter kesabaran dapat dicermati dari sikap seseorang ketika awal terjadinya suatu musibah, masalah, atau cobaan lainnya.  Sebagaimana digambarkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW: “Sabar itu hanya pada goncangan yang pertama.” (HR. Bukhari dan Muslim).  Sabda lain yang juga diriwayatkan Bukhari dan Muslim juga menyebutkan, “Tidaklah seseorang diberi karunia yang lebih baik dan lebih luas, selain dari kesabaran.”
 
Parameter kesabaran juga dapat dilihat jika seseorang yang dapat menenangkan anggota tubuh dan lidahnya ketika tertimpa musibah, masalah ataupun cobaan lainnya juga.  Ungkapan bijak menyebutkan, “Hai yang terguncang, engkau tidak bisa mengembalikan apa yang sudah lepas dari tangan. Namun, ringankanlah rasa kecewamu.”
 
Makna dari  peristiwa Siti Hajar  mudah-mudahan dapat mendorong kaum perempuan, lebih-lebih seorang istri,  agar tidak mudah goyah ketika menghadapi berbagai  tekanan hidup.Perubahan zaman dengan segala dinamikanya telah memunculkan problem kehidupan yang kompleks. Berbagai tekanan hidup, ekonomi misalnya,  dapat membutakan mata kaum perempuan  jika tidak disikapi dengan sabar, tawakkal sambil mencari jalan keluar.
 
Belakangan ini masyarakat  sering disuguhi berita-berita mengenaskan seputar kehidupan perempuan. Hanya karena himpitan ekonomi, seorang ibu nekat mengakhiri hidup bersama anak balitanya, atau tega membunuh darah dagingnya sendiri tanpa rasa belas kasihan.  Dalam kondisi tertekan yang berlebihan, kesabaran bisa lenyap dari kehidupan sehingga melahirkan tindakan nekat dan bodoh.