Ketika cahaya fajar 1 syawal menyingsing di ufuk timur, alam fikiran dan perasaan pun bertukar rasa. Sejak malam, seluruh umat beriman bangkit dan menggemakan takbir, tahmid dan tahlil. Tua maupun muda, dewasa ataupun anak-anak tak ketinggalan mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.
Saat ini marilah kita hentikan sejenak putaran kesibukan menata bumi untuk menyalurkan pengalaman ruhaniyah agar kita tidak terlena dalam kehidupan rutinitas. Ketika takbir menggema, kita gunakan untuk menyatukan hati dengan hati dalam menghilangkan ketegangan dan kerenggangan. Sejenak kita lupakan roda yang menggiring manusia dalam kehidupan yang melenakan, kehidupan yang membuat terbuai dengan kehidupan sementara, saatnya kita sekarang menghadap Allah SWT dengan berjamaah dalam suasana yang mengharukan, nada yang bersahutan membawa suasana haru yang menumbuhkan rasa mendalam, menembus lipatan kalbu dan ruhani umat Islam. Bagi umat yang beriman, gema membahana ini menggugah rasa berserah diri, hanya kepada Allah-lah yang Maha Besar.
Gegap gempita suara takbir begitu dilandasi dengan suara nurani yang selalu memohon, sebagaimana doa Nabi Ibrahim A.S.
“Ya rabbi, berilah hamba kebijakan dan masukkan hamba ke dalam golongan orang-orang yang shaleh, dan jadikan hamba buah tutur yang baik, bagi orang-orang yang datang kemudian.” (QS. As-Syu’ara’: 83-84)
Sekarang hanya satu harapan kita semoga Allah menerima amal ibadah kita selama Ramadhan yang akan berlalu. Dan semoga saja kita diberi kesempatan tuk bertemu kembali dengan bulan Ramadhan mendatang.
Suara takbir menggema di seluruh tempat, dari perkampungan, perkotaan dan bahkan tempat-tempat terpencil pun terdengar alunan takbir mengagungkan Asma Allah, ketika suara takbir menggema maka itu adalah tanda bahwa kemenangan telah di raih. Berbondong-bondong seluruh umat Islam arak-arakan melantunkan Asma Allah, suka cita dan senyum kebahagiaan terpancar jelas dari wajah mereka. Namun syiar mengagungkan Asma Alllah pun mulai pudar/ternoda dengan banyaknya variasi dan ekspresi yang mereka tunjukan ketika bertakbir, padahal takbir mengagungkan Asma Allah bisa dibilang sangatlah sakral dan harus dilafalkan dengan khusyu’.
Kebanyakan kaum muda menghamburkan banyak hal yang sebenarnya kurang bermanfaat atau bahkan bisa dikatan tidak bermanfaat, mereka berkonsentrasi menciptakan dan memadupadankan alunan suara takbir dengan gerakan (atraksi) supaya arak-arakan takbir terlihat lebih menarik dan lebih semarak lagi, hal tersebut malah seakan menghilangkan nilai sakral dari syiar takbir itu sendiri karena yang mereka dengar bukanlah lantunan takbirnya namun mereka hanya melihat seindah apa musik dan Variasi gerakannya. Akhirnya lantunan takbir tidak lagi diperhatikan, syiar pun mulai luntur dan tenggelam dalam suasana hingar bingar tarian/gerakan atraksi dan iringan musik, yang terlihat hanyalah suka cita dan foya-foya semata.
Takbir akan terlihat dan akan lebih khusyu’ ketika dilantunkan dalam surau-surau atau masjid-masjid, arak-arakan takbir yang diadakan tidaklah dilarang selama dengan maksud syiar mengagungkan Asma Allah, namun yang terjadi sekarang adalah model takbir arak-arakan yang diiringi suara musik/drum band dan variasi gerakan yang tidak jelas dan sangatlah merusak nilai kesakralan Takbir itu sendiri. Mereka berkonsentrasi menciptakan berbagai inofasi musik dan gerakan yang akhirnya malah mengesampingkan dan menganggu ibadah yang lain, bagaimana tidak karena sebelumnya mereka menyiapkan berbagai macam latihan yang dilakukan jauh-jauh hari. Latihan yang menyita banyak waktu, mengesampingkan ibadah-ibadah penting lainnya. Shalat tarawih jadi terganggu, tadarus al-Qur’an terabaikan, iktikaf jadi terlupakan, puasa esoknya tidak maksimal dan banyak lagi hal-hal yang merugikan.
Marilah kita isi akhir Ramadhan ini dengan khusyu’ beribadah kepada Allah demi menjaring dan mendapatkan berkah Allah, menikmati jamuan yang disuguhkan Allah dalam Ramadhan dengan tidak menodainya akan aktivitas-aktivitas yang menganggu dan merusak kekhusyu’kan ibadah dan iktikaf kita. Kesuksesan Ramadhan bagi seseorang bisa dilihat ketika bisa mengubah kepribadian diri menjadi lebih baik, menjadi manusia taqwa adalah produk akhir dari puas Ramadhan sebagaimana yang di isyaratan oleh Allah dalam kalimat “la’alakum tattaqun”
Penulis : Ahmad Muthohar
- Kabid Kajian Dakwah Islam PD IPM Bantul
- PC IPM Imogiri