Yogyakarta- Ijtima jelang Ramadhan 1434H, akan terjadi pada hari Senin
Pon, 8 Juli 2013 mulai pukul 14:15:55WIB, sedangkan tinggi bulan pada
saat matahari terbenam di Yogyakarta adalah +0® 44’ 59”, dan hilal akan
wujud membelah dari kawasan Indonesia. Dengan criteria Hisab Wujudul
Hilal yang telah terpenuhi tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah
menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1434H akan jatuh pada Selasa Wage, 9 Juli
2013M.
Hal tersebut diungkapkan wakil ketua Majelis Tarjih Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Oman Faturohman dalam konferensi pers yang juga didampingi
ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas dan juga Haedar Nashir
di Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jl Cik Di Tiro No.23, Yogyakarta,
Kamis (16/06/2013). Dalam Maklumat yang dibacakan pada acara tersebut,
juga dibarengi dengan penetapan awal Syawal dan juga Dzulhijjah 1434H,
dengan 1 Syawal akan jatuh pada tanggal 8 Agustus 2013, serta 1
Dzulhijjah akan jatuh pada Ahad 6 Oktober 2013, dengan begitu maka Idul
Adha akan jatuh pada Selasa Pahing, 15 Oktober 2013M. Saat ditanya
wartawan megenai potensi perbedaan dalam penetapan yang akan diputuskan
pemerintah pada siding Itsbat, Oman Faturohman tidak menepis akan adanya
perbedaan tersebut, karena dengan motode hisab Imkannurukyat 2 derajat
yang digunakan pemerintah, maka saat Hilal Wujud di Yogyakarta dengan
ketinggian kurang dari 1 derajat, jelas tidak memenuhi unsur metode yang
digunakan pemerintah. Sedangkan untuk awal Syawal dan Dzulhijjah ungkap
Oman, kemungkinan besar akan bersamaan, karena ketinggian bulan pada
saat matahari terbenam setelah Ijtima, sudah lebih dari 2 derajat.
Sementara itu menurut Yunahar Ilyas, perbedaan yang kemungkinan akan
terjadi pada 1 Ramadhan nanti tidaklah perlu untuk diperdebatkan, karena
masing-masing berpedoman pada Fikih yang diyakini . Muhammadiyah
berpedoman bahwa, berpuasa pada tanggal 1 Ramadhan adalah sesuatu yang
dalam ibadah disebut Taabudi yakni hal yang tidak bisa diperdebatkan,
sedangkan untuk metode yang digunakan untuk menetapkan awal bulan,
merupakan wilayah yang masih dapat diperdebatkan mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan yang ada. “Muhammadiyah tidak akan menawar metode yang
ada dengan metode pemerintah, karena wilayah Ibadah adalah wilayah yang
harus dipertanggungjawabkan pada Allah SWT,” tegasnya. Saat ditanya
mengenai kemungkinan Muhammadiyah bergabung kembali pada sidang Itsbat
yang dilaksanakan pemerintah, Yunahar menegaskan bahwa Muhammadiyah
masih belum mencabut keputusannya untuk tidak mengikuti Sidang tersebut,
yang dianggap tidak menampung aspirasi Muhammadiyah dan cenderung
mengolok-olok.