IPM : Manifestasi Gerakan Dakwah Kultural Muhammadiyah di Kalangan Pelajar*



Kritis dan Progressif selalu saja menjadi hal yang pantas disematkan untuk menggambarkan geliat semangat para pelajar dari dulu sampai sekarang. Mengambil peranan sebagai kalangan intelektual tidaklah mudah bagi kaum pelajar yang notabene masih belia. Namun bukan berarti pelajar  tidak mampu mengambil peranan itu. Tak dapat dipungkiri  justru banyak perubahan-perubahan yang besar bermula dari sentuhan-sentuhan tangan kecil pelajar. Lihat saja, kebangkitan pergerakan nasional sebelum kemerdekaan Republik Indonesia bermula dari pelajar-pelajar pribumi yang menuntut ilmu di Indonesia maupun di luar negeri, seperti Dr. Soetomo, Wahidin Sudirohusodo, Bung Hatta dan masih banyak lagi. Berangkat dari sinilah pelajar memang tak bisa diremehkan lagi, mereka memiliki peranan penting dalam memberikan kontribusi untuk agama, negara, bangsa, dan masyarakat di sekitarnya.



Geliat Lembaga Dakwah Sekolah
Usia pelajar secara psikologis merupakan usia dimana semangat itu menggebu-gebu. Selaras dengan itu, pelajar memiliki curiosity yang sangat tinggi, sehingga akan memotivasi mereka untuk terus aktif dan berkontribusi, termasuk dalam upaya dakwah Islam dikalangan mereka. Fenomena ini bisa kita amati dengan merebaknya lembaga-lembaga dakwah yang mengambil student oriented sebagai segmentasinya. Mulai dari Pelajar Islam Indonesia (PII), Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Pelajar Nahdhotul Ulama (IPNU) sampai lembaga yang hampir ada disetiap sekolah negeri yakni Rohani Islam atau yang akrab dikenal dengan sebutan Rohis.
Sekilas Tentang Organisasi IPM
IPM sebagai salah satu lembaga dakwah yang memiliki basis dakwah di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga turut andil dalam proses sporadisasi nilai-nilai islam di kalangan pelajar. Organisasi otonom yang secara struktural maupun kultural memiliki kedekatan dengan persyarikatan Muhammadiyah ini kebanyakan memang masih fokus di sekolah-sekolah swasta milik persyarikatan Muhammadiyah. Meskipun tidak bisa dipungkiri, IPM kini telah memperluas dakwahnya ke sekolah-sekolah negeri ataupun pelajar umum. IPM merupakan organisasi yang memang dimaksudkan untuk mewadahi pelajar-pelajar di tingkat SMP dan SMA atau yang sederajat. Satu-satunya lembaga dakwah berbasis pelajar yang pernah menjadi OKP terbaik di Indonesia ini memang memiliki struktural yang rapi dan sistematis. Mulai dari pimpinan pusat (PP), pimpinan wilayah (PW), pimpinan daerah (PD), pimpinan cabang (PC), hingga tingkatan grassroot yakni pimpinan ranting (PR) yang ada di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dilihat dari segi kadernya IPM meng-klaim semua pelajar Muhammadiyah merupakan anggota IPM. Inilah salah satu sumber kekuatan dakwah yang dimiliki IPM yang menjadi modal semangat dakwah kader-kadernya.
Laku Dakwah IPM dan Dinamika Pelajar

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya.Cita-cita ideal yang ingin diwujudkan Muhammadiyah terkandung dalam rumusan maksud dan tujuan, yakni “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (Bab III. Pasal 6).  Untuk membumikan dakwahnya di berbagai usia dan kalangan, Muhammadiyah mengepakkan sayapnya melalui organisasi otonomnya, seperti `Aisyiyah, NA, IMM, dan IPM. IPM adalah satu-satunya organisasi otonom yang bergerak di kalangan pelajar. Dalam hal ini, sesuai dengan cita-cita Muhammadiyah yakni meuwujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, IPM pun membawa cita-cita yang hampir sama. Cita-cita IPM adalah Terwujudnya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Menilik dari cita-cita di atas menunjukkan bahwa IPM juga turut berkontribusi dalam mengambangkan laku dakwah di kalangan sekolah. IPM hampir sama dengan lembaga dakwah sekolah lainnya, membidik para pelajar dalam kegiatan-kegiatan dakwahnya. IPM melalui salah satu bidangnya yang konsen di bidang dakwah yakni Kajian Dakwah Islam (KDI) bertugas meningkatkan pemahaman kepada pelajar terkait islam baik secara keilmuan maupun pengamalan. Biasanya IPM melalu bidang KDI ini mengadakan berbagai macam kegiatan yang berkaitan dengan keislaman, mulai dari kajian rutin, diskusi keislaman, tadarus, hingga menerbitkan bulletin-buletin dakwah.

Berdakwah di sekolah Muhammadiyah ternyata tak semudah yang mungkin dipikirkan orang banyak. Bukan bermaksud untuk mendiskreditkan siapapun, namun harus diakui di sekolah Muhammadiyah tak sedikit terdapat pelajar-pelajar yang nakal dan brutal (kemudian disebut pelajar “tak biasa”). Bahkan dalam paradigma pelajar tak biasa, sekolah hanyalah sebagai kegiatan untuk bisa bertemu dengan teman, tawuran, bahkan untuk merokok. Inilah beberapa alasan kenapa ada sebagian dari diri kita yang menyatakan Sekolah Muhammadiyah itu memang ada yang berstatus second class. Dalam kasus ini istilah second class yang disematkan lebih mengarah ke perihal finansial. Artinya jika di sekolah negeri tidak mampu membayar biaya pendidikan maka para calon pelajar itu memilih sekolah Muhammadiyah karena disana untuk urusan finansial tidak menjadi urusan yang penting. Hal ini karena sekolah Muhammadiyah menghiraukan masalah itu, yang terpenting adalah bisa semaksimal mungkin membantu para calon pelajar agar tetap sekolah meskipun tanpa biaya apapun, urusan biaya toh nanti bisa diupayakan diakhir. Kondisi inilah membuat Muhammadiyah seperti makan buah simalakama, disatu sisi ingin membantu pelajar yang sulit dalam finansial namun di sisi lain ada kemungkinan mendapatkan pelajar yang “tak biasa” itu, karena seringkali tanpa dilakukan seleksi seperti di sekolah-sekolah negeri. Namun dalam kondisi ini justru menjadi tantangan IPM saat berdakwah di sekolah Muhammadiyah jika dibandingkan berdakwah di sekolah lainnya (sekolah negeri) yang dilakukan rohis atau semacamnya..

Berangkat dari kondisi itulah, IPM sebagai organisasi satu-satunya yang ada di sekolah mempunyai tanggung jawab untuk bisa mengubah paradigma dan tingkah laku pelajar-pelajar “ tak biasa” itu. Sehingga boleh dikatakan segmentasi dakwah IPM menjadi sedikit bias. Dakwah untuk golongan yang pelajar yang biasa (pelajar yang mudah diatur) dan pelajar “tak biasa”.  Kader dan aktivis IPM di tingkat sekolah (tingkat ranting) dituntut untuk merumuskan strategi-strategi yang jitu untuk mengkondisikan pelajar-pelajar yang notabene beragam kondisinya itu. Harus ada inovasi-inovasi dakwah yang ditelurkan IPM agar bisa benar-benar mewujudkan pelajar yang islam dengan sebenar-benarnya.

IPM pun telah mengemas dakwah mereka dalam berbagai cara. Dakwah secara konvensional yakni dengan mengadakan kajian-kajian, tadarus dan perkaderan dai seperti mubaligh hijrah. Dakwah ini ditujukan kepada pelajar-pelajar yang sudah mulai memahami islam. Meskipun dalam teknisnya tidak menuntut kemungkinan pelajar yang “tak biasa” juga turut mengikuti kegiatan-kegiatan ini. Untuk metode dakwah ini secara teknis akan digarap oleh teman-teman di bidang Kajian Dakwah Islam (KDI).

Selain cara ini, agar dakwah IPM bisa menyentuh ke ranah pelajar-pelajar yang “tak biasa” maka IPM memasivkan dakwah melalu pendekatan-pendekatan kultural dan personal. Untuk cara ini ada dua tahapan yang perlu dilakukan, yakni tahap pendekatan dan tahap pemahaman. Untuk tahap pendekatan bisa dilakukan dengan mengambil aspek hobi yang disukai dan digeluti para pelajar. Dengan cara inilah pelajar akan mulai tertarik karena mereka sudah enjoy disana. Dalam menggencarkan misi dakwahnya melalui cara ini, IPM bisa melalui bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan & Seni Islam (PIPSI), membuat program-program yang memfasilitasi dan mengakomodir hobi dari teman-teman pelajar. Bisa membuat komunitas jurnalistik yang mungkin nanti diarahkan membuat bulletin dakwah. Mulai dari membuat bulletin saja kita bisa membuka peluang teman-teman pelajar yang hobi design grafis, hobi nulis puisi, artikel, ataupun cerpen. Opsi lain, IPM bisa mengembangkan sayap dakwahnya di media tarik suara, dibeberapa sekolah sudah ada yang membentuk group nasyid ataupun group band pelajar. Cara ini dirasa cukup jitu mengambil hati dari pelajar-pelajar yang suka dengan musik, entah pelajar yang sudah mengenal islam ataupun belum dekat dengan islam. Hal yang terpenting pada cara dakwah ini adalah menarik hati pelajar-pelajar itu ke dalam IPM terlebih dahulu, barulah setelah mereka merasa enjoy dengan pendekatan itu, IPM bisa memulai tahap yang kedua yakni tahap pemahaman. IPM mulai menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka tentunya dengan pendekatan yang santun dan pengemasan yang menarik. Dengan cara inilah ekslusivisme lembaga dakwah sekolah yang mungkin sekarang ini dirasa tidak akan berlaku di IPM. Namun justru dengan cara inilah, pelajar-pelajar itu akan merasa nyaman dan tak takut mengenal dan memahami Islam lebih jauh.

Dalam perspektif dan uraian diatas, IPM hadir sebagai gerakan dakwah kultural yang lebih inklusif dan terbuka. Mungkin benar ungkapan “Air cucuran jatuhnya ke pelimbahan juga”, laku dakwah IPM mirip dengan ayahnya (Muhammadiyah). Gerak dakwah IPM termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan yang bergerak melalui pendekatan-pendekatan secara kultural. Dengan cara inilah, IPM akan mampu menjadi garda depan dan komplemen dalam gerak langkah dakwah di kalangan pelajar, khususnya pelajar di sekolah Muhammadiyah dan umumnya pelajar di Indonesia. Sehingga terwujudnya pelajar Islam yang sebenar-benarnya tidak akan menjadi isapan jempol belaka. Pelajar yang menjadi tiang untuk meneguhkan Agama Allah di muka bumi ini.

*Penulis :
Phisca Aditya Rosyady
Ketua Umum Pimpinan Cabang
Ikatan Pelajar Muhammadiyah Imogiri