Kenaikan ini tentu saja mendapat banyak tanggapan dari masyarakat. Ada yang secara bijak memaklumi kenaikan ini. Karena harga minyak dunia sedang melonjak, tidak mungkin jika pemerintah harus menanggung semua beban yang menjadi konsumsi pribadi tiap orang. Pemerintah hanya menjadi sebuah sarana untuk mendapatkan barang konsumsi yang harganya memang tidak bisa dikontrol karena tergantung oleh pasar.
Akan tetapi jika kita lihat, banyak juga pihak yang secara tegas menolak rencana kenaikan harga BBM ini. Alasannya sangat kuat karena dibalik kenaikan harga BBM, akan menghadirkan masalah-masalah lanjutan yang saling terkait. Intinya adalah jeratan permasalahan ekonomi akan menjadi lebih kompleks jika penerapan aturan ini benar-benar dilakukan.
Belum dilaksanakan saja (aturan tersebut), berbagai masalah telah datang. Berangsur-angsur harga bahan pokok telah naik, penimbunan BBM yang terjadi di berbagai daerah, juga masalah sosial seperti maraknya aksi demo yang berujung anarkhisme yang kian menjadi. Semua itu berujung pada satu masalah, kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sikap pemerintah seakan tidak menunjukkan peningkatan kualitas. Belum terlupa momen kenaikan yang terjadi pada tahun 2005 silam. Peningkatan jumlah warga miskin di Indonesia, banyaknya UKM yang gulung tikar, serta dipulangkannya para pegawai dari perusahaannya karena banyak mengalami defisit anggaran. Itulah beberapa masalah yang hadir pada waktu itu.
Kebijakan diberikannya Bantuan Langsung Tunai pada saat itu justru malah menjadikan masalah baru. Rakyat dibuai dengan bantuan uang tanpa perlu berusaha. Inilah penyakitnya! Pemerintah justru melanggengkan budaya lama yang menganggap bahwa dengan uang segalanya dapat DIAM!! Inikah produk orba? Atau para aktivis ’98 yang telah kehilangan akal untuk mengeluarkan negaranya dari belenggu kemiskinan? Entahlah,, yang penting siapa saja yang mengeluarkan kebijakan itu, pastinya telah frustasi dengan keadaan bangsa ini.
Untuk mendidik masyarakat, kompensasi kenaikan BBM seharusnya dialokasikan dan difokuskan untuk peningkatan kualitas infrastruktur ekonomi bangsa.
Sekilas dari kenaikan BBM tempo dulu, tidak cukup untuk menjadi pelajaran berharga pemerintah dalam menentukan kebijakan saat ini. 2 opsi yang sebelumnya santer disebut-sebut sebagai pemecahan alternatif masalah hanya menjadi opsional-seremonial belaka. Ujung-ujungnya ya kenaikan harga BBM bersubsidi.
Pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang dijanjikan pemerintah April nanti hanya akan menjadi sebuah pengulangan atas kebodohan masa lalu. Bantuan Langsung Tunai 2005 silam lebih banyak yang salah sasaran. Muncul kaum-kaum miskin musiman yang bangga dengan kemiskinannya hanya demi mendapatkan bantuan uang. Inikah mental Indonesia? Pantas saja, regulasi yang menyertai justru mendukung hal ini.
Seharusnya pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk meningkatkan kualitas infrastruktur ekonomi bangsa. Pembangunan pusat-pusat produksi perlu digalakkan untuk mengakomodasi banyaknya Sumber Daya Manusia yang ada. Dengan begini, pemerintah diibaratkan memberikan umpan kepada masyarakat. Bukan malah memberikan ikan yang siap disantap tanpa berusaha meraihnya.
Penulis : Khairul Arifin (KDI PC IPM Imogiri)
sumber : http://pinsalabim.blogspot.com/2012/03/sepenggal-catatan-kenaikan-bbm.html